INFAQ DAN SHODAQOH

Infaq menurut bahasa adalah mengeluarkan sesuatu untuk sesuatu. Menurut istilah ialah mengeluarkan sebagian harta atau suatu penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan oleh ajaran Islam. Berarti infaq menurut syara’ ialah mengeluarkan sebagian harta untuk kemaslahatan umum, lembaga atau orang yang membutuhkan, baik mengenai urusan duniawi maupun mengenai keakhiratan. Infaq hampir sama dengan shodaqoh. Infaq hanya sebatas pengeluaran materi (harta), sedangkan shodaqoh adalah amalan yang lebih luas, yaitu selain yang bersifat mengeluarkan materil (harta) juga yang bersifat imateril (akhlak/moral). Mengeluarkan beberapa ribu rupiah untuk kesejahteraan masjid adalah shodaqoh. Demikian pula memberikan senyum kepada orang lain, atau menyerahkan tempat duduknya di tempat atau kendaran umum kepada seorang ibu hamil yang sedang berdiri adalah shodaqoh. Mengajarkan ilmu kepada orang lain tanpa memikirkan imbalan disebut pula shodaqoh. Orang yang baru selesai shalat secara berjama’ah, kemudian ada orang yang baru datang hendak shalat fardhu, sedangkan dalam masjid tidak ada lagi orang yang akan melakukan shalat, ia bersedia shalat berjama’ah dengannya, maka itupun disebut shodaqoh (sebagai shalat sunnat baginya). Sikap diam pun adalah shodaqoh apabila yang akan diucapkan atau dilakukannya akan menimbulkan masalah.
Shodaqoh (shadaqa) yang berarti benar. Orang yang suka bershodaqoh adalah orang yang benar pengakuan imannya.
Mengeluarkan sebagian harta di jalan Allah adalah sebagai amalan yang menunjukkan tanda keimanan dan ketaqwaan seorang muslim. Dengan demikian Islam dapat tegak dan berkembang karena ada pengorbanan yang nyata dengan mengeluarkan sebagian rizqinya.
Sebagian harta yang dikeluarkan untuk kemaslahatan umum akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Mengeluarkan sebagian harta di jalan Allah, berarti kita memberikan pinjaman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, seperti dalam firman-Nya:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizqi) dan kepada Allah kamu dikembalikan.” (QS. 2:245)
Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan hambanya agar mengeluarkan sebagian harta di jalan yang baik untuk kepentingan orang lain, karena Allah Subhanahu wa ta’ala menganggap infaq dan sodaqoh itu sebagai utang yang baik kepada-Nya dan menanamkannya sebagai tabungan yang baik, simpanan yang tidak akan hilang dan akan tetap berada di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala, bahkan dilipatgandakan pahalanya. Allah Subhanahu wa ta’ala akan membayarnya dalam jumlah berlipat ganda.

Sedangkan terhadap kaum yang memiliki sifat bakhil (kikir), Allah Subhanahu wa ta’ala akan menyempitkan rizqinya. Artinya, walaupun dalam hal materi manusia memperoleh kesuksesan besar, tapi akan mendapat kesulitan untuk keluar dari himpitan-himpitan dunia dalam perkara-perkara lain. Banyak sekali contoh-contoh yang dialami kaum kikir di zaman sekarang ini. Dalam perkara-perkara duniawi, bisa dikatakan sukses dan berlimpah, tapi karena memiliki sifat kikir, maka dicopot rizqinya dari sisi yang lain. Anaknya yang diharapkan menjadi anak yang sholeh yang menjadi aset dunia dan akhirat bagi orang tua, terkulai tak berdaya karena akrab dengan narkoba dan minuman keras. Atau anaknya yang diharapkan kelak menjadi manusia terpelajar dan terhormat malah mogok sekolah/kuliah dan jatuh ke dalam jurang kehinaan. Atau jabatannya di kantor meluncur jatuh ke dalam lembah kenistaan. Atau puluhan jutaan rupiah diberikan kepada rumah sakit atau dokter untuk kesembuhan di antara anggota keluarganya yang ditimpakan sakit. Allaahu a’lam.
Kita harus merasa bahwa ibadat yang ditegakkan dapat terwujud diantaranya karena kaum muslimin bersedia dan ikhlas mengeluarkian sebagian harta di jalan Allah, dan membawa kepada kemaslahatan umum. Apa yang diinfaqkan akan menjadi kebaikan-kebaikan yang manfaatnya, selain dapat dirasakan oleh diri sendiri, juga dapat dirasakan oleh saudara-saudara muslim yang lain.
Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri, kaum muslimin dapat beribadat dalam bangunan masjid karena infaq dan shodaqoh, sebagai wujud dari keimanan dan ketaqwaan seorang muslim. Dalam ruangan masjid yang terang benderang dengan cahaya lampu listrik, sehingga dapat sempurna dalam menjalankan ibadat adalah karena adanya infaq dan shodaqoh dari kaum muslimin. Demikian pula dalam syi’ar-syi’ar Islam dan kegiatan-kegiatan pencarian ilmu (ilmu syar’i) dalam ruang masjid yang terang adalah karena infaq dan shodaqoh dari kaum muslimin.
Sabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam:
Orang yang murah hati dekat kepada Allah, dekat kepada syurga dan dekat kepada manusia. Dan orang yang murah hati itu jauh dari neraka.
Sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari syurga, jauh dari manusia, dan dekat kepada neraka.
Orang yang bodoh tapi pemurah, lebih disukai Allah dari pada orang yang ta’at beribadah tapi kikir.” (HR. Turmudzi).
Bakhil (kikir) adalah sikap mental manusia yang merasa berat untuk mengeluarkan sebagian hartanya yang menjadi suatu keharusan untuk dikeluarkan (diinfaqkan/shodaqoh). Penyakit kikir tumbuh subur pada lahan individualisme. Individuaslisme adalah suatu paham atau falsafah yang mempunyai pandangan sosial yang menekankan kepentingan dan kebebasan sendiri. Paham yang menganggap individu perlu diperhatikan dan lebih penting daripada orang lain (secara pandangan umum), oleh karenanya yang berpandangan demikian tidak akan cepat gampang mengeluarkan sebagian hartanya, karena dalam dirinya tumbuh sifat kikir. Islam sangat memandang rendah terhadap orang yang memiliki sifat kikir, karena sifat kikir menjauhkan dari dua kebaikan, yaitu kebaikan dunia dan kebaikan akhirat.
Dengan tidak disadari bahwa yang demikian itu akan membawa kerugian untuk dirinya, sebab tidak disadari pula bahwa orang kikir itu dijauhi Allah Subhanahu wa ta’ala dan dekat dengan neraka.
Manusia yang berhasil mengalahkan sifat kikir yang ada di dalam dirinya, yang selalu menggoda dan menghalang-halangi niat baiknya, maka Islam memandangnya sebagai suatu nilai kemuliaan terhadapnya.
Usaha untuk memperoleh sesuatu adalah usaha untuk mencari sesuatu yang gaib, sebab kita tidak bisa mengetahui dengan pasti, apakah esok lusa usaha akan berhasil atau tidak. Kalaupun prediksi keberhasilan lebih kuat, kita tidak tahu dengan pasti berapa qadar (ukuran) yang akan diperoleh. Atau bahkan wafat akan lebih mendahului sebelum hasil usaha bisa dinikmati, sebab datangnya kejadian berada dalam dimensi ruang dan waktu yang belum kita lalui.
Kotak amal atau kencleng yang biasa berada dalam masjid, atau ditempat-tempat lain yang ditentukan, bukanlah tempat untuk menerima infaq atau shodaqoh, tapi untuk menampung dana dari kaum muslimin yang karena ketaqwaan telah mengeluarkan sebagian rizqinya untuk kepentingan tegaknya Islam, serta untuk kesempurnaan ibadah kaum muslimin.
Merasa beratkah mengirimkan sesuatu ke masa yang akan datang (akhirat)?
Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam memperingatkan:
1. Segeralah beramal kebajikan sebelum kemiskinan yang membuat lupa pada kewajiban.
2. Segeralah beramal kebajikan sebelum kekayaan akan menjadikan rasa sombong yang melewati batas.
3. Segeralah beramal kebajikan sebelum penyakit mengerogoti tubuh hingga rusak.
4. Segeralah beramal kebajikan sebelum masa ketuaan yang menimbulkan kelemahan/pikun atau tubuh menjadi renta.
5. Segeralah beramal kebajikan sebelum kematian menyelesaikan segala-galanya.
6. Segeralah beramal kebajikan sebelum Dajjal yang sejahat-jahat yang dinantikan.
7. Segeralah beramal kebajikan sebelum hari Qiamat yang sangat berat dan sangat sukar.
Wallaahu a’lam bi ash shawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar